Perkembangan Pendidikan untuk ABK di Indonesia

Pendidikan adalah hak yang sama bagi setiap individu terlepas dari latar belakang, termasuk orang dengan kebutuhan khusus atau ABK. Di Indonesia, masyarakat masih memiliki banyak kekhawatiran dan kurang pengetahuan tentang kebutuhan pendidikan ABK.

Di masa lalu, pendidikan untuk warga negara yang memiliki kebutuhan khusus belum menjadi atensi utama pemerintah dan masyarakat. Kondisi yang berlangsung selama bertahun-tahun ini berubah ketika berbagai organisasi peduli terhadap ABK yang mulai bermunculan dan memberikan dukungan bagi penyediaan fasilitas dan pendidikan spesial.

Pada tahun 1979, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memulai berbagai program khusus untuk mendukung pendidikan ABK, seperti program inklusif. Program ini memungkinkan anak-anak ABK belajar bersama dengan anak-anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Selain itu, pemerintah juga membuka beberapa sekolah pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa disabilitas.

Pada tahun 1992, pemerintah menandatangani “Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992” tentang Pendidikan Khusus. Undang-undang ini memastikan bahwa ABK memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan didukung oleh pemerintah dalam penyediaan fasilitas pendidikan.

Sejak itu, pemerintah dan masyarakat mulai membuka sekolah inklusif di seluruh Indonesia. Tujuan dari sekolah inklusif adalah untuk memfasilitasi akses pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, untuk mendapatkan pendidikan yang sama. Sekarang, sekolah inklusif sudah menjamur di berbagai kota di Indonesia.

Persoalan terbesar yang dihadapi merupakan kurangnya tenaga pengajar yang terlatih untuk mengajar pada anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sementara itu, sebagai dampak dari pandemi COVID-19, institusi pendidikan mengalami tantangan lebih dalam memberikan fasilitas pendidikan pada anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Namun, Perkembangan pendidikan ABK di Indonesia terus berkembang pesat. Terdapat banyak organisasi yang turut memperjuangkan hak dan kepentingan ABK secara aktif. Organisasi seperti Yayasan ANZA, Mitra Netra, dan fit-for-LIFE, aktif memperjuangkan hak-hak ABK, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak pendidikan ABK.

Secara keseluruhan, Perkembangan pendidikan untuk ABK di Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan sejak program inklusif diperkenalkan pada tahun 1979. Sedikit demi sedikit, regulasi untuk hak pendidikan ABK di Indonesia pun semakin diperketat. Meski begitu, tantangan tetap ada, diantaranya dari segi fasilitas yang memadai dan kurangnya tenaga pengajar yang terlatih. Pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa ABK memiliki hak yang sama dalam bidang pendidikan dan kita semua harus berupaya keras untuk menjamin hak-hak ini untuk mereka.

Pendidikan ABK di Eropa

Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) telah dilakukan di Eropa sejak abad ke-18. Pada awalnya, pendidikan ABK di Eropa hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga kewangan dan kebangsawanan yang memiliki masalah mental atau fisik. Pada tahun 1801, di Paris, Prancis, dokter Philippe Pinel membuka sebuah institusi untuk merawat orang yang memiliki masalah mental. Lalu, Pada tahun 1842, Jean Marc Gaspard Itard, seorang dokter dari Prancis, membuka sekolah bagi anak-anak tuna rungu dan tuna grahita.

Pentingnya pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus mulai diakui oleh kalangan umum pada awal abad ke-20. Pada tahun 1911, Sekolah Khusus di Inggris dibuka oleh Anthony Bateman. Tujuan pendidikan ini adalah meningkatkan kemampuan anak yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan. Lalu, pada tahun 1920, sepuluh negara Eropa membentuk Organisasi Pertama untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus di Jenewa, Swiss. Organisasi ini kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi internasional yang dikenal dengan nama World Federation of the Deaf.

Pada tahun 1975, UNESCO menyediakan bantuan teknis dan keuangan kepada negara-negara Eropa yang ingin meningkatkan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Tindakan tersebut dilakukan karena UNESCO menyadari bahwa pendidikan yang merata dan mendidik bagi semua anak sangat penting untuk menciptakan sebuah masyarakat yang merata. Negara-negara seperti Inggris dan Prancis mengembangkan kurikulum khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

Di Jerman, pemerintahnya menyediakan pendidikan berbasis integrasi bagi anak-anak dengan masalah mental dan fisik pada tahun 1968, dan pada tahun 1980-an, sekolah inklusi didirikan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus yang melibatkan mereka dalam pendidikan reguler.

Sedangkan di Norwegia dan Swedia, pendidikan khusus diberikan dalam bentuk perawatan individu. Saat ini, Norwegia sedang mencanangkan program pendidikan inklusif yang dapat membantu anak-anak ABK untuk berinteraksi dengan anak-anak yang tidak memiliki masalah khusus.

Pada tahun 1996, sistem pendidikan inklusif diterapkan di seluruh negara Uni Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah di sekolah yang sama dengan anak-anak yang tidak memiliki masalah khusus. Pemerintah Eropa melalui European Agency for Special Needs and Inclusive Education (INCLUD/SEN) telah menyediakan banyak program dan bantuan teknis pada negara-negara anggotanya untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di seluruh Eropa.

Menurut data pada tahun 2017, jumlah siswa dengan kebutuhan khusus di Eropa mencapai 9,7 juta orang. Jumlah ini cukup besar dan menjadi tantangan bagi pemerintah di setiap negara untuk mengembangkan program pendidikan yang lebih baik.

Pendidikan ABK di Eropa telah mengalami banyak perkembangan dalam kurun waktu abad ke-18 hingga sekarang. Dalam kurun waktu itu, masyarakat mengakui dan berjuang untuk pendidikan yang merata dan memberikan kesempatan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk menikmati hak yang sama dengan anak-anak yang tidak memiliki masalah khusus. Namun, masih banyak yang perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan keterjangkauan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di seluruh Eropa.

Pendidikan ABK di Amerika Serikat

Pendidikan abk di Amerika Serikat telah mengalami banyak perkembangan dan pemerhatian dari pemerintah dan masyarakat sejak awal abad ke-19. Pada tahun 1817, institusi pertama yang menerima murid berkebutuhan khusus didirikan di Connecticut. Selama dekade-dekade berikutnya, institusi serupa didirikan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan pemerintah mengeluarkan undang-undang federal untuk memberikan layanan pendidikan kepada ABK.

Pada tahun 1975, Amerika Serikat mengesahkan undang-undang Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) yang mengharuskan sekolah-sekolah negeri untuk menyediakan pendidikan gratis dan layanan terapeutik untuk ABK. Sebagai hasil dari undang-undang ini, persentase ABK yang menghadiri sekolah telah meningkat secara signifikan dan satu-satunya fokus bagi pendidikan abk saat ini adalah untuk memberikan layanan yang setara dengan pendidikan untuk siswa lainnya.

Sejalan dengan perhatian utama terhadap pendidikan inklusif di Amerika Serikat, sekolah-sekolah inklusif yang mengintegrasikan siswa ABK dengan siswa non-ABK menjadi lebih umum selama tahun 1980-an dan 1990-an. Sekolah-sekolah inklusif menawarkan lingkungan pembelajaran yang menyediakan pengajaran khusus dan keterampilan kehidupan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kemampuan siswa ABK. Sekolah-sekolah ini dapat mencakup program wajib dan opsional untuk mendukung kebutuhan pendidikan dan hidup siswa abk dalam kelas umum.

Selain pendidikan formal, program mangkuk pasir yang ada di beberapa kota di Amerika Serikat, juga menawarkan layanan pendidikan inklusif untuk anak-anak ABK. Program mangkuk pasir ini menekankan pada kemampuan individu daripada disfungsi dan mendukung anak-anak ABK untuk belajar di lingkungan yang positif dan terorganisasi secara optimal. Program ini juga mendorong orang tua untuk mengambil tindakan terhadap kebutuhan pendidikan anak mereka dan terus mengembangkan keterampilan sosial anak-anak mereka.

Sekolah-sekolah umum di Amerika Serikat sekarang menawarkan pendidikan inklusif dan mengakomodasikan pendidikan abk dengan menawarkan dukungan khusus dan konsultan pendidikan. Dukungan khusus ini ditujukan untuk membantu siswa abk tetap duduk di kelas umum dan memperoleh pelajaran, dengan penyesuaian kurikulum sebagai sebuah cara untuk membantu mereka mencapai tujuan dalam pendidikan. Konsultan pendidikan memiliki tugas yang sama, yaitu memberikan bimbingan dan saran untuk siswa abk dalam hal yang berkaitan dengan fungsi motorik, terapi wicara, bimbingan kognitif, dan lain-lain.

Dalam hal teknologi, Amerika Serikat mengadopsi program teknologi pendidikan abk. Program teknologi ini menawarkan sebuah lingkungan pendidikan yang mengakomodasi semua jenis kebutuhan pendidikan. Sebagai contoh, di New York City, sebuah lembaga pendidikan menyediakan akses ke terapi penglihatan dengan menggunakan teknologi yang dapat membaca buku teks ke dalam audio suara sehingga siswa abk dapat membaca buku teks.

Dalam kesimpulan, pendidikan abk di Amerika Serikat telah menunjukkan peningkatan terus-menerus selama beberapa dekade. Undang-undang telah dikeluarkan untuk memberikan layanan pendidikan kepada ABK sejak awal abad ke-19 dan saat ini, pendidikan yang inklusif telah menjadi prioritas. Sekolah-sekolah inklusif, program mangkuk pasir, dukungan khusus, konsultan pendidikan, dan program teknologi pendidikan juga telah dikembangkan dan diadopsi untuk memberikan akses yang lebih luas untuk pendidikan abk. Semua program dan dukungan ini bertujuan untuk membuat pendidikan abk lebih inklusif, merata, dan memberikan akses yang sama untuk pendidikan seperti siswa non-ABK.

Pendidikan ABK di Asia

Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Asia masih menjadi permasalahan yang seringkali tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Bahkan, berbagai negara di Asia masih mengalami kendala dalam mendapatkan akses pada pendidikan ABK yang baik dan layak untuk anak-anak mereka.

Meskipun demikian, ada beberapa negara yang telah memperhatikan secara serius pendidikan ABK di wilayah Asia, seperti Malaysia dan Filipina. Keduanya telah memberikan perhatian khusus bagi anak-anak dengan berbagai jenis kebutuhan khusus, dengan memberikan akses pendidikan yang setara dengan anak-anak yang tidak membutuhkan bantuan khusus.

Di Malaysia, pendidikan ABK dimulai sejak pada tahun 1954 dengan pembukaan pusat pendidikan bagi anak tunarungu di Kuala Lumpur. Selama beberapa dekade berikutnya, negara ini terus meningkatkan aksesibilitas pendidikan ABK, dengan membuka pusat-pusat pendidikan bagi anak-anak dengan cerebral palsy, autis, dan ADHD.

Sementara di Filipina, pendidikan untuk ABK juga terus berkembang. Sejak pada tahun 1975, pemerintah Filipina telah meluncurkan sebuah program pendidikan khusus bagi anak-anak dengan cacat intelektual. Program tersebut terus berkembang hingga saat ini, dengan membuka sekolah-sekolah khusus di seluruh wilayah Filipina.

Namun, tidak semua negara di Asia memiliki praktek pendidikan ABK yang baik. Beberapa negara seperti Korea Selatan dan Jepang masih memiliki sentimen stereotipikal yang menyebabkan anak-anak dengan kebutuhan khusus sulit mendapatkan akses pendidikan yang setara. Selain itu, masih banyak sekolah di Asia yang tidak memperhatikan dasar-dasar kebutuhan anak-anak ABK, seperti aksesibilitas bangunan atau bahkan tenaga pengajar yang berkualitas dan memahami cara mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Situasi pendidikan ABK di Asia juga menjadi permasalahan bagi para orang tua yang membutuhkan pendidikan khusus untuk anak-anak mereka. Banyak orang tua di Asia masih kesulitan mencari informasi yang memadai tentang pendidikan ABK, serta kesulitan mencari sekolah yang tepat bagi anak-anak mereka. Sementara biaya yang tinggi untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi ABK di Asia masih menjadi masalah utama bagi banyak orang tua.

Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih serius dari segala pihak terhadap pendidikan ABK di Asia. Pemerintah, pelaku pendidikan, dan bahkan orang tua harus bekerja sama untuk memastikan bahwa anak-anak ABK mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan anak-anak yang lainnya. Dengan memperhatikan pendidikan ABK, kita juga memperhatikan hak asasi manusia mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan setara.

Isu Terbaru dalam Pendidikan ABK di Dunia

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia masih perlu banyak perbaikan. Namun, Indonesia tidak sendirian menghadapi masalah ini. Masalah upaya untuk memberikan pendidikan yang setara bagi ABK terjadi di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa isu terbaru dalam pendidikan ABK di dunia.

1. Tantangan Mengakses Pendidikan yang Setara

Banyak negara menghadapi kesulitan dalam mencakup seluruh populasi ABK untuk memasuki pendidikan formal. Ini terutama terjadi pada negara berkembang yang memiliki sumber daya terbatas dan infrastruktur pendidikan yang buruk.

Masalah aksesibilitas sering kali disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tantangan keuangan, kurang nya fasilitas, kurangnya program yang sesuai dengan kebutuhan ABK, atau kurangnya pengetahuan yang memadai tentang berbagai kebutuhan ABK.

2. Kurikulum Pendidikan ABK yang Tidak Inklusif

Tidak semua kurikulum pendidikan di seluruh dunia dirancang untuk mencakup kebutuhan khusus dari ABK. Kurikulum yang tidak inklusif dapat menyebabkan keterbatasan dalam kemampuan ABK untuk memahami materi pelajaran dan menjadi lebih sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan pengaturan kelas.

Kurikulum yang kurang inklusif juga dapat menyebabkan diskriminasi dan pengucilan sosial bagi ABK, yang kemudian dapat memperburuk masalah pendidikan mereka dan relevansi kehidupan mereka di kemudian hari.

3. Pendidikan Online untuk ABK

Selama pandemi COVID-19, pendidikan jarak jauh menjadi solusi utama untuk mempertahankan pembelajaran bagi siswa. Namun, program pembelajaran jarak jauh ini belum tentu dapat diakses oleh ABK dengan kesulitan belajar, gangguan sensorik, atau berbagai kebutuhan khusus lainnya.

Sebuah studi menemukan bahwa hampir 60% dari anak-anak berkebutuhan khusus esensial tidak memiliki akses ke teknologi dan pendidikan jarak jauh selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, penting bagi negara dan institusi pendidikan untuk mempertimbangkan aksesibilitas pendidikan jarak jauh bagi anak-anak dengan berbagai kebutuhan khusus.

4. Penyediaan Fasilitas Pendidikan Inklusif

Dalam upaya meningkatkan aksesibilitas pendidikan yang inklusif, fasilitas fisik harus dirancang untuk kenyamanan semua siswa, terlepas dari kebutuhan individu mereka. Ini termasuk aksesibilitas bangunan, fasilitas olahraga dan rekreasi, dan ruang kelas di mana keamanan dan kenyamanan siswa diutamakan.

Juga harus dipahami bahwa pendidikan inklusif juga melibatkan pengaturan tugas dan ruang kelas, desain kurikulum, dan metode pengajaran yang memperhitungkan berbagai kemampuan, kemampuan, dan kebutuhan siswa individu.

5. Implementasi Keterlibatan Orang Tua di Sekolah

Melibatkan orang tua dalam pendidikan anak adalah sangat penting bagi perkembangan mereka. Namun, banyak orang tua ABK sering tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk membantu anak-anak mereka, khususnya jika anak-anak mereka menghadapi penyandang cacat yang serius atau berbagai pembatasan belajar.

Inisiatif seperti pelatihan khusus untuk orang tua ABK dan program penasihat yang mempertimbangkan kebutuhan individu siswa dan keluarga dapat terbukti sangat membantu untuk membantu orang tua terlibat dalam pendidikan anak mereka.

Dalam rangka memperbaiki pendidikan untuk ABK, harus dipahami bahwa kebutuhan individu memainkan peran besar dalam upaya untuk mencapai peluang dan kesetaraan yang sama dalam pembelajaran. Seluruh orang dalam masyarakat dapat berperan dalam mewujudkan solusi yang inklusif dan membantu anak-anak berkebutuhan khusus untuk meraih potensi yang menyeluruh.